Rabu, 19 Maret 2014

KOMPETISI JULANG EMAS (Aceros undulatus) TERHADAP PEROLEHAN PAKAN BUAH DENGAN SPESIES KOMPETITOR DI GUNUNG UNGARAN JAWA TENGAH


Description: E:\Logo logo\Logo Universitas\UNNES.JPGKEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
 

Proposal Skripsi
Diajukan oleh
Nama      : Mukhamad Angga Saputro
NIM       : 4411410004
Jurusan   : Biologi         
Prodi       : Biologi, S1

I.                   JUDUL
KOMPETISI JULANG EMAS (Aceros undulatus) TERHADAP PEROLEHAN PAKAN BUAH DENGAN SPESIES KOMPETITOR DI GUNUNG UNGARAN JAWA TENGAH

II.                LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki 14 jenis dari 54 jenis burung famili Bucerotidae yang ada di dunia. Julang Emas (Aceros undulatus) merupakan salah satu jenis Bucerotidae yang memiliki status rentan dalam kategori konservasi IUCN (International United Conservation Nation) karena menghadapi resiko tinggi kepunahan di waktu mendatang. Julang emas memiliki daerah penyebaran meliputi India Timur, Cina Barat Daya, Asia Barat Daya, Semenarjung Malaysia, Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Bali. Burung tersebut di Jawa dan Bali hanya terdapat di beberapa tempat (MacKinnon 2010).
Berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 226 tahun 1931 UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya yang dipertegas dengan SK Menteri Kehutanan No. 301/Kpts-II/1991 tentang Inventarisasi Satwa yang dilindungi undang-undang dan nomor: 883/Kpts-II/1992 tentang Penetapan Tambahan Beberapa Jenis Satwa yang Dilindungi Undang-undang, burung rangkong termasuk satwa liar yang dilindungi oleh pemerintah.
Julang Emas merupakan salah satu jenis burung Bucerotidae yang seluruh jenisnya saat ini terancam punah karena jumlah populasinya yang terus menurun. Salah satu hal yang menyebabkan penurunan tersebut adalah berkurangnya kawasan habitat yang menyediakan vegetasi sebagai sumber pakan. Disamping hal itu, banyaknya spesies kompetitor juga mempengaruhi perolehan pakan yang didapat oleh Julang Emas terhadap pakan buah Ficus. Dalam kasus ini spesies kompetitor tidak secara langsung mempengaruhi perilaku makan dari rangkong, tetapi lebih menjorok pada masalah perolehan makan yang didapatkan dari pohon pakan
Julang Emas (Famili Bucerotidae) merupakan jenis burung pemakan buah, khususnya buah ficus (Tsuji 1996, Kinnaird 1998, Poonswad 1998). Jenis-jenis buah yang dimakan oleh Julang Emas dapat dikategorikan sebagai buah kecil dalam jumlah banyak, termasuk jenis-jenis Ficus, dan buah yang memiliki batu (stone seeds), yaitu jenis-jenis non-Ficus (Poonswad 1998). Burung ini merupakan jenis pemakan buah masak (ripe fruit specialist). Pada musim berbiak sebanyak 69% dari pakannya merupakan buah Ficus (Kinnaird & O’Brien 1998), sementara pada musim tidak berbiak presentase ini meningkat menjadi 83% (Suryadi 1994).
Penelitian tentang Julang Emas, khususnya terhadap pakan dan kompetitor pakan, masih sangat terbatas. Salah satu daerah di Jawa Tengah yang menarik untuk dilakukan penelitian mengenai burung rangkong dan kompetitornya adalah Gunung Ungaran. Gunung Ungaran merupakan daerah berbukit dan berlembah, memiliki hutan alami yang masih baik. Selain burung rangkong di kawasan Gunung Ungaran terdapat satwa yang menarik lainnya. BKSDA provinsi Jawa Tengah menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada penelitian yang memberikan informasi mengenai keadaan pakan dan kompetitor pakan di Gunung Ungaran Kabupaten Kendal. Padahal data atau informasi yang akurat mengenai pohon pakan khususnya ficus akan memberikan gambaran nyata dari lapangan mengenai kedaan habitat dan keanekaragaman satwa yang ada di dalamnya.

III.             RUMUSAN PENELITIAN
Bagaimana kompetisi Julang Emas (Aceros undulatus) terhadap perolehan pakan buah dengan spesies kompetitor di Gunung Ungaran Jawa Tengah ?

IV.             PENEGASAN ISTILAH
1.      Kompetisi adalah kata kerja intransitiv yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
2.      Julang Emas (bahasa Latin: Aceros undulatus) adalah spesies burung dari keluarga Bucerotidae, dari genus Aceros. Burung ini merupakan jenis burung pemakan buah-buahan, Ficus, kepiting, kodok yang memiliki habitat di hutan dataran rendah dan perbukitan. Tersebar sampai ketinggian 2.000 m dpl.
3.      Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan dan kehidupan makhluk hidup. Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang.
4.      Yang dimaksud buah disini adalah buah ficus. Ficus adalah genus tumbuhan tropis yang secara alamiah tumbuh di daerah tropis dengan sejumlah spesies hidup di zona ugahari. Terdiri dari sekitar 850 spesies yang dapat berupa pohon kayu, semak, tunggul dan tumbuhan menjalar dalam familia Moraceae. Secara umum dikenal sebagai pohon ara. Pohon ara yang umum adalah spesies yang banyak ditemukan di daerah Asia Barat Daya, Timur Tengah dan sekitar Laut Tengah (dari Afganistan sampai Portugal), dan dibiakkan sejak jaman purba karena buahnya, yang dikenal sebagai buah ara. Buah yang dihasilkan kebanyakan spesies dapat dimakan, meskipun hanya mempunyai nilai ekonomi lokal. Namun, merupakan sumber makanan penting bagi hewan liar.
5.      Spesies Kompetitor adalah suatu takson yang dipakai dalam taksonomi untuk menunjuk pada satu atau beberapa kelompok individu (populasi) yang bersaing dalam hal perebutan daerah territorial ataupun makanan dan hal lain yang bersifat persaingan.

V.                TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang ekologi makan jenis burung ini, khususnya yang berkaitan tentang perolehan pakan Julang Emas dan spesies kompetitor dalam suatu daerah sumber pakan, mengetahui spesies kompetitor pakan yang dapat mempengaruhi perolehan pakan Julang Emas, serta mengetahui karakteristik pohon pakan dan buahnya yang meliputi tinggi pohon, diameter batang, bentuk buah, dan ukuran buah.
VI.             MANFAAT PENELITIAN
1.      Sebagai data awal tentang konservasi spesies yang berhubungan dengan pohon ficus
2.      Sebagai bagian data dari Perhutani, khususnya daerah Ungaran
3.      Dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya

VII.          TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A.      Julang Emas
1.         Deskripsi
Secara umum ciri yang dimiliki burung rangkong adalah ukuran tubuhnya yang besar dengan panjang total antara 381 sampai 1600 mm. memiliki paruh yang sangat besar dan kokoh tetapi ringan dinamakan hornbill, berwarna merah atau kuning, melengkung dan sebagian besar burung ini memiliki cula. Bulu berwarna coklat, hitam, putih, atau hitam dan putih. Kulit dan bulu disekitar tenggorokan berwarna terang, sayap kuat, ekor panjang, kaki pendek, jari-jari kaki besar dan sindaktil.
Berdasarkan pengamatan pendahuluan diketahui bahwa burung rangkong yang dijumpai di Gunung Ungaran adalah jenis Aceros undulatus yang memiliki ciri-ciri berukuran besar (1000 mm), berekor putih, punggung, sayap, dan perut dari kedua jenis kelamin berwarna hitam, kepala jantan berwarna putih susu yang dilengkapi dengan bulu-bulu kemerah-merahan dan panjang di bagian bawah kepala, juga mempunyai kantung paruh yang tidak berbulu berwarna kuning dengan garis hitam yang nyata. Kepala dan leher betina berwarna hitam dengan kantung paruh biru. Iris merah, paruh kuning  dengan casque kecil dan bergelombang (MacKinnon 2010)



Aceros undulatus diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom                : Animalia
Phylum                   : Chordata
Subphylum             : Vertebrata
Class                       : Aves
Super ordo              : Neognathae
Ordo                       : Coraciiformes
Family                     : Bucerotidae
Genus                     : Aceros (Rhyticeros)
Spesies                    : Aceros undulatus
(Sumber : MacKinnon 2010)
                                         
2.         Populasi dan Penyebaran Rangkong
Di seluruh dunia terdapat 45 jenis burung rangkong yang tersebar luas. Di Indonesia terdapat 14 jenis yang terdiri dari 7 genus yaitu: Annorhinus, Penelopides, Berenicornis, Rhyticeros, Anthracoceros, Buceros, dan Rhinoplax yang tersebar luas di hutan-hutan Sumatera (10 jenis), Jawa (3 jenis), Kalimantan (8 jenis), Sulawesi (2 jenis) dan Irian Jaya (1 jenis) (Holmes 1999). Daerah penyebaran dan status burung rangkong di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Ukuran populasi dan penyebarannya dipengaruhi oleh kondisi habitat serta bentuk dan tingkat gangguan terhadap habitat burung rangkong (Andrew 1992). spesies mendekati kepunahan jika populasinya tidak lebih dari 250 ekor. Sedangkan spesies dikatakan langka jika hanya dijumpai pada habitat yang terbatas. Burung rangkong merupakan hewan yang memiliki populasi yang rendah, sehingga saat ini hanya dapat dinyatakan termasuk burung yang langka.

Tabel 1. Daftar Burung Rangkong di Indonesia beserta Daerah Penyebaran dan Statusnya (Holmes 1999)
No
Nama Ilmiah
Nama Inggris
Nama Indonesia
Daerah Penyebaran
Status
1.
Rhinoplax vigil (Buceros vigil)
Hermeted Hornbill
Enggang Raja
S, K
I
2.
Anthracoceros albirostris
Asian Piet Hornbill
Kengkareng Perut Putih
J, S
II
3.
Rhyticeros cassidix
Knobbed Hornbill
Julang Sulawesi
Sul
II
4.
Rhyticeros undulatus (Aceros undulatus)
Wreathred Hornbill
Julang Jambul Coklat
J, K, S
II
5.
Rhyticeros corrugatus
Wrinkled Hornbill
Julang Jambul Hitam
S, K
II
6.
Rhyticeros everitti
Sumba Hornbill
Julang Sumba
NT (Sumba)
II
7.
Rhyticeros plicatus
Blythis Hornbill
Julang Irian
Maluku, Irian
II
8.
Annorhinus galeritus
Bush-created Hornbill
Kengkareng Ekor Abu
S, K
II
9.
Penelopides exhalarus
Sulawesi Hornbill
Julang Kecil Sulawesi
Sul
II
10.
Berenicornis cornatus
White-croowned Hornbill
Enggang Jambul Putih
S, K
II

11.
Rhyticeros subruficolis
Plain pouched Hornbill
Enggang Sumatera
S
I
12.
Anthracoceros malayanus
Black Hornbill
Kengkareng Hitam
S, K
II
13.
Buceros rhinoceros
Rhinoceros Hornbill
Rangkong Badak
J, S, K
II
14.
Buceros bicornis
Great Hornbill
Rangkong Papan
S
I
Keterangan:
              I      = Spesises mendekati kepunahan, pemanfaatan spesises perlu perlakuan intensif yang ketat
              II     = Spesies langka, pemanfaatan spesies perlu pengawasan intensif
              S     = Sumatera
              K     = Kalimantan
              J      = Jawa
              NT  = Nusa Tenggara
              Sul  = Sulawesi
3.         Perilaku Rangkong
Burung Rangkong memilih aktivitas pagi hari karena kondisi tubuh yang lapar. Dengan demikian pagi hari akan berusaha untuk makan sebanyak-banyaknya. Energi yang diperoleh pada pagi hari diperlukan untuk melakukan aktivitas sosial selanjutnya. Meningkatnya aktivitas makan pada sore hari diduga sebagai strategi untuk tetap mempunyai energy pada malam hari (Suryadi 1994)
Burung Rangkong beristirahat dalam banyak kelompok yang terbagi dalam beberapa rusting tree. Dengan berkelompok, rangkong juga merasa aman dan nyaman untuk beristirahat. Bila ada satu individu yang merasa terancam maka dia akan mengeluarkan alarm call (tanda bahaya) dan ramai-ramai pula kelompok itu membubarkan diri.
Musim hujan merupakan suatu pendorong untuk terjadinya suatu perkembangbiakan. Sebab pada waktu tersebut didapatkan tanah basah yang berguna untuk membangun dinding sarang dan pada waktu telur menetas banyak ditemukan binatang kecil dan serangga yang melimpah sebagai salah satu sumber makanan.
4.         Habitat Rangkong
Menurut MacKinnon (2010), burung rangkong dapat dijumpai di hutan dataran rendah dan perbukitan. Hutan dataran rendah pada tajuk utamanya didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan dari suku Dipterocarpaceae, tetapi jenis-jenis Leguminoceae seperti Kempas kompassia dan Merbau intsia, membentuk tajuk yang menjulang tinggi dan lebih menonjol. Batangnya yang besar dan tidak bercabang didukung oleh akar banir, seluruhnya dihiasi oleh tumbuhan yang merambat, epifit dan pohon ara yang melimpah. Pada hutan perbukitan Dipterocarpaceae mendominasi punggung bukit. Sisi bukit yang terjal ditutupi oleh hutan campuran kaya dengan relung burung. Tanah longsor yang sering terjadi membentuk susunan komunitas tumbuhan dalam berbagai tahap suksesi yang berbeda. Hutan ini merupakan hutan yang paling kaya dengan beranekaragam burung termasuk rangkong.
Pohon buah-buahan seperti kiara dan beringin yang banyak terdapat di hutan dataran rendah dan perbukitan merupakan pohon yang sering dicari, terutama oleh burung rangkong dari jenis Aceros undulatus.
Habitat rangkong yang terletak di kawasan tropis sangat dipengaruhi oleh iklim musim dingin, yang terjadi ketika tekanan yang tinggi di datara Asia dan angin dingin yang basah bertiup ke selatan menyapu kawasan Sunda Besar. Bulan November sampai April merupakan bulan yang paling dingin dan paling basah dalam setiap tahunnya.
Berbagai burung menanggapi musim dingin ini dengan berbagai cara yang berbeda. Burung rangkong yang termasuk burung pemakan buah biasanya berbiak pada musim hujan, yaitu ketika banyak pohon dan semak sedang berbuah.
Di Gunung Ungaran rangkong dapat dijumpai ketika melintas di atas perkebunan teh, selain itu dapat pula dijumpai di perbukitan sekitar kebun teh tersebut, terutama pada musim tidak berbiak, ketika aktivitas makan sedang berlangsung.

B.       Kompetisi
Kompetisi adalah kata kerja intransitiv yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.
Menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.
Kompetisi dalam istilah biologi berarti persaingan dua organisme atau lebih untuk mendapatkan kebutuhan hidup mereka. Berdasarkan kebutuhan tersebut kompetisi dibagi menjadi: (1) Kompetisi teritorial yaitu kompetisi untuk memperebutkan wilayah atau teritori tempat tinggal organisme, hal ini berkaitan dengan kompetisi selanjutnya. (2) Kompetisi makanan yaitu kompetisi untuk memperebutkan mangsa atau makanan dari wilayah-wilayah buruan.
Kompetisi juga dapat dibagi menjadi: (1) kompetisi internal adalah kompetisi pada organisme dalam satu spesies dan (2) kompetisi eksternal adalah kompetisi pada organisme yang berbeda spesiesnya. Kompetisi dapat berakibat positif atau negatif bagi salah satu pihak organisme atau bahkan berakibat negatif bagi keduanya. Kompetisi tidak selalu salah dan diperlukan dalam ekosistem, untuk menunjang daya dukung lingkungan dengan mengurangi ledakan populasi hewan yang berkompetisi.
Bucerotidae (burung rangkong) tergolong hewan frugivorous yang memanfaatkan buah di tajuk atas dan tengah pohon yang tinggi. Namun pernah dijumpai memakan burung-burung lain yang lebih kecil, serangga, dan mamalia jika ada, sehingga ada yang menggolongkan ke dalam omnivore. Umumnya aktivitas makan frugivorous bersifat bimodial yaitu memulainya pada pagi hari lalu menurun pada siang hari dan meningkat kembali pada sore hari. Tinggi rendahnya aktivitas makan diduga dipengaruhi oleh suhu sekitar dan perubahan intensitas cahaya matahari.
Kompetisi rangkong terhadap perolehan pakan dengan spesies kompetitor termasuk dalam kompetisi makanan yang bersifat eksternal. Artinya, persaingan yang dilakukan adalah dengan organisme lain yang berbeda spesies. Spesies yang sering terlihat berada pada kanopi pohon pakan adalah kelelawar buah (Megabat; fruit bats), kera hitam (capuchin), langur (Colobinae) dan mangabey. Dengan demikian pohon ficus merupakan spesies kunci (keystone species) di banyak ekosistem hutan tropis (rainforest). Terlebih lagi sangat penting untuk sejumlah unggas, seperti megalaimidae (Asian barbets), merpati, rangkong, Cyclopsittacini (fig-parrots) dan kutilang yang hanya hidup dari buah ficus pada musim buahnya (Shanahan 2001).



C.      Gunung Ungaran
Gunung Ungaran termasuk gunung berapi berapi tipe strato. Gunung ini memiliki tiga puncak: Gendol, Botak, dan Ungaran. Puncak tertinggi adalah Ungaran.
Dari puncak gunung ini, jika memandang ke utara akan terlihat Laut Jawa sedangkan jika membalikkan badan, akan terlihat jajaran (dari kiri ke kanan) Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo dan Kendalisodo dengan Rawa Peningnya, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, dan Gunung Perahu.
Tidak ada catatan yang jelas mengenai aktivitas gunung ini. Namun, diperkirakan gunung ini pernah meletus pada zaman kerajaan dahulu, dengan letusan yang amat dahsyat sehingga menghancurkan dua pertiga bagian puncak dari semula sehingga yang dapat dilihat sekarang adalah hanya sepertiga bagian dari gunung Ungaran berapi purba. Diperkirakan, gunung ini sedang mengalami masa tidur panjang dan sewaktu-waktu dapat aktif kembali.
Gunung Ungaran terletak sebagian di wilayah Kabupaten Kendal dan sebagian lagi di wilayah Kabupaten Semarang yaitu lebih kurang 21 Km ke arah selatan dari kota Semarang. Gunung Ungaran meliputi daerah berbukit-bukit dan lembah seluas 5.500 ha. Gunung Ungaran memiliki hutan alam yang masih baik pada daerah lereng-lereng atas dan curam. Sedangkan pada bagian lain telah berubah menjadi perkebunan kopi dan teh serta hutan pinus. Di sebelah timur Gunung Ungaran terdapat Cagar Alam Gebugan yang juga merupakan hutan yang bagus dan dikelilingi oleh perkebunan kopi.
Selain flora, berbagai fauna yang menarik untuk diamati dapat dijumpai di Gunung Ungaran, seperti burung rangkong, elang jawa, elang ular bido, elang hitam, alap-alap sapi dan hewan primata seperti Macaca sp. Keberadaan fauna tersebut terancam habitatnya karena kegiatan manusia seperti perburuan dan penebangan liar. Obyek wisata seperti pemandian air panas Gonoharjo adalah salah satu contoh tempat yang menyebabkan berkurangnya habitat barbagai fauna tersebut.

VIII.       METODE PENELITIAN
A.    Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di gunung Gentong, Ungaran, Jawa Tengah. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari – April 2014. Pengambilan data dilakukan setiap satu minggu dua kali pada pukul 07.00 – 17.00.

B.     Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua individu rangkong dan spesies lain yang terdapat pada pohon pakan yang terdapat di Gunung Ungaran Kabupaten Kendal Jawa Tengah.

C.    Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini antara lain untuk pohon ficus meliputi tinggi pohon, diameter batang, bentuk buah, dan ukuran buah. Variabel untuk julang emas dan spesies kompetitor meliputi waktu perjumpaan, lokasi pada kanopi pohon, jumlah, dan aktivitas.

D.    Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan untuk penelitian ini meliputi rancangan acak lengkap dan rancangan pengukuran.




E.     Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.      Kamera
2.      Teropong monobular dan binocular
3.      Buku panduan lapangan Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan MacKinnon 2010
4.      Meteran
5.      Data sheet
F.     Prosedur Penelitian
Lokasi penelitian disurvei untuk mengidentifikasi jenis-jenis Ficus yang ada dan yang sedang berbuah. Dari jenis Ficus yang sedang berbuah ini dilakukan pengamatan terhadap karakteristik pohon dan buahnya, yang meliputi tinggi pohon, diameter batang, bentuk buah, ukuran buah.

Table 1. karakteristik pohon dan buah ficus di bukit Gentong, Ungaran, Jawa Tengah
No
Tinggi pohon
Dimeter batang
Bentuk buah
Ukuran buah*
Estimasi kerapatan buah**


















* kategori ukuran buah
            Kecil    = panjang ≤ 10mm
            Sedang            = panjang 10 – 20 mm
            Besar    = panjang ≥ 20 mm


**scoring estimasi kerapatan buah
            1 = buah terdapat pada 1-25% dari tutupan kanopi
            2 = buah terdapat pada 26-50% dari tutupan kanopi
            3 = buah terdapat pada 51-75% dari tutupan kanopi
            4 = buah terdapat pada 76-100% dari tutupan kanopi          
Pengamatan terhadap perilaku makan dilakukan terhadap beberapa species Ficus yang terdapat di kawasan ini selama 30 hari, setelah dilakukan penyesuaian selama 1-2 hari agar rangkong terbiasa dengan kehadiran pengamat. Data yang diambil meliputi waktu aktif rangkong mencari makan, lokasi tempat mencari makan pada kanopi pohon, pengelompokan rangkong pada saat tiba dan spesies lain yang memakan buah ficus tersebut.
Selain itu dilakukan pula pengamatan terhadap kecepatan makan rangkong melalui binocular dengan menghitung buah yang dimakan setiap menit selama 10 menit berturut-turut, dengan masa istirahat selama 5 menit dan pengulangan 3 kali. Kemudian dilakukan pengamatan perbedaan jenis kelamin terhadap rangkong yang dapat terlihat dengan jelas. Individu jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan perbedaan warna balung (casque) dan bulu leher. Individu jantan memiliki  kepala berwarna krem, bulu halus berwarna kemerahan atau merah bata pada tengkuk, kantung leher kuning tidak berbulu dan membentuk gelambir dengan strip hitam yang khas. Sedangkan individu betina memiliki kepala berwarna krem bulu halus berwarna hitam terbentuk dari tengkuk, kantung leher biru tidak berbulu.







Table 2. daftar perjumpaan Julang Emas di pohon pakan
No
Waktu*
Lokasi pada kanopi pohon
Jumlah
Aktivitas
Keterangan
Jantan
Betina


















            *pengambilan data Julang Emas –scaning (Altman 1974)
                        Pagi (07.00-09.00), Siang (11.00-13.00), Sore (15.00-17.00)

Table 3. daftar perjumpaan spesies competitor di pohon pakan
No
Spesies
Waktu*
Lokasi pada kanopi pohon
Jumlah
Aktivitas
Keterangan





















*pengambilan data Julang Emas –scaning (Altman 1974)
                        Pagi (07.00-09.00), Siang (11.00-13.00), Sore (15.00-17.00)

G.           Metode Analisis Data
Untuk mengetahui apakah pemilihan waktu, lokasi dan pengelompokan dilakukan secara acak, dipakai uji statistic χ2. Kecepatan makan antar jenis kelamin dan spesies ficus diuji dengan t (Steel and Torrie 1980).

IX.             DAFTAR PUSTAKA
Altman, J. 1974. Observational Study of Behavior: Sampling Methods. Alle Laboratory of Animal Behavior, University of Chicago. Illnois. U.S.A.

Andrew, P. 1992. The Birds of Indonesia: A Checklist. Indonesian Ornithological Society.       Jakarta.

Chaplin. 1999. Competition: from Individuals to Ecosystems. MA: Blackwell Pub. Malden.

Deaux, H., Dane, & Wrightsman. 1993. Competition: Principles and Applications. Cambridge University Press. Cambridge.

Holmes, D. ; I. S., Suwelo dan B., van Balen. 1999. The Distribution and Status of Hornbills in Indonesia. Bangkok.

Kinnaird, M.F. 1998. Evidence for Effective Seed Dispersal by The Sulawesi Red-knobbed       Hornbill, Aceros cassidix. Biotropica 30(1): 50-55.

Kinnaird, M.F.; T.G. O’Brien & J. Ross Sinclain. 1998. The role of Sulawesi Red-knobbed       Hornbills Aceros cassidix in seed dispersal. Pp. 245-252 in P. Poonswad (Ed.). the Asian Hornbills: Ecology and conservation. BIOTEC-NSTDA, Bangkok, Thailand.

MacKinnon, J., Karen Philips dan B. Van Balen. 2010. Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam). Puslitbang-Biologi. Jakarta.

Poonswad, P; A. Tsuji, N. Jirawatkavi, V. Chimchome. 1998. Some aspects of food and feeding ecology of sympatric hornbill species in Khao Yai National Park, Thailand.     Pp.137-157 in P.  Poonswad (Ed.). The Asian hornbills: Ecology and conservation.BIOTEC-NSTDA, Bangkok, Thailand.

Shanahan, M.; Compton, S. G.; So, Samson & Corlett, Richard. 2001. Fig-eating by Vertebrate Frugivores: A Global Review. Collins & Brown. London.

Steel, Robert G.; Torrie, James H. 1980. Principles and Procedures of Statistics: A Biometrical Approach. McGraw-Hill. New York.

Suryadi. 1994. Tingkah laku makan Rangkong Sulawesi Rhyticeros cassidix Temminck (Aves: Bucerotidae) pada masa tidak berbiak di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus,  Sulawesi. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Indonesia, Depok.

Tsuji, A. 1996. Hornbills: Masters of tropical forests. Sarakadee Press Honbill Research Foundation. Bangkok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar