KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
Proposal Skripsi
Diajukan oleh
Nama : Mukhamad Angga Saputro
NIM : 4411410004
Jurusan : Biologi
Prodi : Biologi,
S1
I.
JUDUL
KOMPETISI
JULANG EMAS (Aceros undulatus)
TERHADAP PEROLEHAN PAKAN BUAH DENGAN SPESIES KOMPETITOR DI GUNUNG UNGARAN JAWA
TENGAH
II.
LATAR
BELAKANG
Indonesia memiliki 14 jenis dari 54
jenis burung famili Bucerotidae yang ada di dunia. Julang Emas (Aceros undulatus) merupakan salah satu
jenis Bucerotidae yang memiliki status rentan dalam kategori konservasi IUCN
(International United Conservation Nation) karena menghadapi resiko tinggi
kepunahan di waktu mendatang. Julang emas memiliki daerah penyebaran meliputi
India Timur, Cina Barat Daya, Asia Barat Daya, Semenarjung Malaysia,
Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Bali. Burung tersebut di Jawa dan Bali hanya
terdapat di beberapa tempat (MacKinnon 2010).
Berdasarkan Peraturan Perlindungan
Binatang Liar No. 226 tahun 1931 UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Hayati dan Ekosistemnya yang dipertegas dengan SK Menteri Kehutanan No.
301/Kpts-II/1991 tentang Inventarisasi Satwa yang dilindungi undang-undang dan
nomor: 883/Kpts-II/1992 tentang Penetapan Tambahan Beberapa Jenis Satwa yang
Dilindungi Undang-undang, burung rangkong termasuk satwa liar yang dilindungi
oleh pemerintah.
Julang Emas merupakan salah satu jenis
burung Bucerotidae yang seluruh jenisnya saat ini terancam punah karena jumlah
populasinya yang terus menurun. Salah satu hal yang menyebabkan penurunan
tersebut adalah berkurangnya kawasan habitat yang menyediakan vegetasi sebagai
sumber pakan. Disamping hal itu, banyaknya spesies kompetitor juga mempengaruhi
perolehan pakan yang didapat oleh Julang Emas terhadap pakan buah Ficus. Dalam
kasus ini spesies kompetitor tidak secara langsung mempengaruhi perilaku makan
dari rangkong, tetapi lebih menjorok pada masalah perolehan makan yang
didapatkan dari pohon pakan
Julang Emas (Famili Bucerotidae)
merupakan jenis burung pemakan buah, khususnya buah ficus (Tsuji 1996, Kinnaird
1998, Poonswad 1998). Jenis-jenis buah yang dimakan oleh Julang Emas dapat
dikategorikan sebagai buah kecil dalam jumlah banyak, termasuk jenis-jenis
Ficus, dan buah yang memiliki batu (stone
seeds), yaitu jenis-jenis non-Ficus (Poonswad 1998). Burung ini merupakan
jenis pemakan buah masak (ripe fruit
specialist). Pada musim berbiak sebanyak 69% dari pakannya merupakan buah
Ficus (Kinnaird & O’Brien 1998), sementara pada musim tidak berbiak
presentase ini meningkat menjadi 83% (Suryadi 1994).
Penelitian tentang Julang Emas,
khususnya terhadap pakan dan kompetitor pakan, masih sangat terbatas. Salah
satu daerah di Jawa Tengah yang menarik untuk dilakukan penelitian mengenai
burung rangkong dan kompetitornya adalah Gunung Ungaran. Gunung Ungaran
merupakan daerah berbukit dan berlembah, memiliki hutan alami yang masih baik.
Selain burung rangkong di kawasan Gunung Ungaran terdapat satwa yang menarik
lainnya. BKSDA provinsi Jawa Tengah menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada
penelitian yang memberikan informasi mengenai keadaan pakan dan kompetitor
pakan di Gunung Ungaran Kabupaten Kendal. Padahal data atau informasi yang
akurat mengenai pohon pakan khususnya ficus akan memberikan gambaran nyata dari
lapangan mengenai kedaan habitat dan keanekaragaman satwa yang ada di dalamnya.
III.
RUMUSAN
PENELITIAN
Bagaimana
kompetisi Julang Emas (Aceros undulatus)
terhadap perolehan pakan buah dengan spesies kompetitor di Gunung Ungaran Jawa
Tengah ?
IV.
PENEGASAN
ISTILAH
1.
Kompetisi
adalah kata kerja intransitiv yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai
korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan),
over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa
disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
2.
Julang
Emas
(bahasa Latin: Aceros undulatus)
adalah spesies burung dari keluarga Bucerotidae, dari genus Aceros. Burung ini
merupakan jenis burung pemakan buah-buahan, Ficus, kepiting, kodok yang
memiliki habitat di hutan dataran rendah dan perbukitan. Tersebar sampai
ketinggian 2.000 m dpl.
3.
Pakan
merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan dan kehidupan makhluk
hidup. Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak,
karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang.
4.
Yang dimaksud buah disini adalah
buah ficus. Ficus adalah genus
tumbuhan tropis yang secara alamiah tumbuh di daerah tropis dengan sejumlah
spesies hidup di zona ugahari. Terdiri dari sekitar 850 spesies yang dapat
berupa pohon kayu, semak, tunggul dan tumbuhan menjalar dalam familia Moraceae.
Secara umum dikenal sebagai pohon ara. Pohon ara yang umum adalah spesies yang
banyak ditemukan di daerah Asia Barat Daya, Timur Tengah dan sekitar Laut
Tengah (dari Afganistan sampai Portugal), dan dibiakkan sejak jaman purba
karena buahnya, yang dikenal sebagai buah ara. Buah yang dihasilkan kebanyakan
spesies dapat dimakan, meskipun hanya mempunyai nilai ekonomi lokal. Namun,
merupakan sumber makanan penting bagi hewan liar.
5.
Spesies
Kompetitor adalah suatu takson yang dipakai dalam
taksonomi untuk menunjuk pada satu atau beberapa kelompok individu (populasi)
yang bersaing dalam hal perebutan daerah territorial ataupun makanan dan hal
lain yang bersifat persaingan.
V.
TUJUAN
PENELITIAN
Penelitian
ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang ekologi makan jenis burung ini,
khususnya yang berkaitan tentang perolehan pakan Julang Emas dan spesies
kompetitor dalam suatu daerah sumber pakan, mengetahui spesies kompetitor pakan
yang dapat mempengaruhi perolehan pakan Julang Emas, serta mengetahui karakteristik
pohon pakan dan buahnya yang meliputi tinggi pohon, diameter batang, bentuk
buah, dan ukuran buah.
VI.
MANFAAT
PENELITIAN
1. Sebagai
data awal tentang konservasi spesies yang berhubungan dengan pohon ficus
2. Sebagai
bagian data dari Perhutani, khususnya daerah Ungaran
3. Dapat
dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya
VII.
TINJAUAN
PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A.
Julang
Emas
1.
Deskripsi
Secara
umum ciri yang dimiliki burung rangkong adalah ukuran tubuhnya yang besar
dengan panjang total antara 381 sampai 1600 mm. memiliki paruh yang sangat
besar dan kokoh tetapi ringan dinamakan hornbill,
berwarna merah atau kuning, melengkung dan sebagian besar burung ini
memiliki cula. Bulu berwarna coklat, hitam, putih, atau hitam dan putih. Kulit
dan bulu disekitar tenggorokan berwarna terang, sayap kuat, ekor panjang, kaki
pendek, jari-jari kaki besar dan sindaktil.
Berdasarkan
pengamatan pendahuluan diketahui bahwa burung rangkong yang dijumpai di Gunung
Ungaran adalah jenis Aceros undulatus yang
memiliki ciri-ciri berukuran besar (1000 mm), berekor putih, punggung, sayap,
dan perut dari kedua jenis kelamin berwarna hitam, kepala jantan berwarna putih
susu yang dilengkapi dengan bulu-bulu kemerah-merahan dan panjang di bagian
bawah kepala, juga mempunyai kantung paruh yang tidak berbulu berwarna kuning
dengan garis hitam yang nyata. Kepala dan leher betina berwarna hitam dengan
kantung paruh biru. Iris merah, paruh kuning
dengan casque kecil dan
bergelombang (MacKinnon 2010)
Aceros undulatus diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Aves
Super ordo : Neognathae
Ordo : Coraciiformes
Family : Bucerotidae
Genus : Aceros (Rhyticeros)
Spesies : Aceros undulatus
(Sumber
: MacKinnon 2010)
2.
Populasi
dan Penyebaran Rangkong
Di
seluruh dunia terdapat 45 jenis burung rangkong yang tersebar luas. Di
Indonesia terdapat 14 jenis yang terdiri dari 7 genus yaitu: Annorhinus, Penelopides, Berenicornis,
Rhyticeros, Anthracoceros, Buceros, dan Rhinoplax
yang tersebar luas di hutan-hutan Sumatera (10 jenis), Jawa (3 jenis),
Kalimantan (8 jenis), Sulawesi (2 jenis) dan Irian Jaya (1 jenis) (Holmes
1999). Daerah penyebaran dan status burung rangkong di Indonesia dapat dilihat
pada Tabel 1.
Ukuran
populasi dan penyebarannya dipengaruhi oleh kondisi habitat serta bentuk dan
tingkat gangguan terhadap habitat burung rangkong (Andrew 1992). spesies
mendekati kepunahan jika populasinya tidak lebih dari 250 ekor. Sedangkan
spesies dikatakan langka jika hanya dijumpai pada habitat yang terbatas. Burung
rangkong merupakan hewan yang memiliki populasi yang rendah, sehingga saat ini
hanya dapat dinyatakan termasuk burung yang langka.
Tabel
1. Daftar Burung Rangkong di Indonesia beserta Daerah Penyebaran dan Statusnya (Holmes
1999)
No
|
Nama Ilmiah
|
Nama Inggris
|
Nama Indonesia
|
Daerah Penyebaran
|
Status
|
1.
|
Rhinoplax
vigil (Buceros vigil)
|
Hermeted Hornbill
|
Enggang Raja
|
S, K
|
I
|
2.
|
Anthracoceros
albirostris
|
Asian Piet Hornbill
|
Kengkareng Perut Putih
|
J, S
|
II
|
3.
|
Rhyticeros
cassidix
|
Knobbed Hornbill
|
Julang Sulawesi
|
Sul
|
II
|
4.
|
Rhyticeros
undulatus (Aceros undulatus)
|
Wreathred Hornbill
|
Julang Jambul Coklat
|
J, K, S
|
II
|
5.
|
Rhyticeros
corrugatus
|
Wrinkled Hornbill
|
Julang Jambul Hitam
|
S, K
|
II
|
6.
|
Rhyticeros
everitti
|
Sumba Hornbill
|
Julang Sumba
|
NT (Sumba)
|
II
|
7.
|
Rhyticeros
plicatus
|
Blythis Hornbill
|
Julang Irian
|
Maluku, Irian
|
II
|
8.
|
Annorhinus
galeritus
|
Bush-created Hornbill
|
Kengkareng Ekor Abu
|
S, K
|
II
|
9.
|
Penelopides
exhalarus
|
Sulawesi Hornbill
|
Julang Kecil Sulawesi
|
Sul
|
II
|
10.
|
Berenicornis
cornatus
|
White-croowned Hornbill
|
Enggang Jambul Putih
|
S, K
|
II
|
11.
|
Rhyticeros
subruficolis
|
Plain pouched Hornbill
|
Enggang Sumatera
|
S
|
I
|
12.
|
Anthracoceros
malayanus
|
Black Hornbill
|
Kengkareng Hitam
|
S, K
|
II
|
13.
|
Buceros
rhinoceros
|
Rhinoceros Hornbill
|
Rangkong Badak
|
J, S, K
|
II
|
14.
|
Buceros
bicornis
|
Great Hornbill
|
Rangkong Papan
|
S
|
I
|
Keterangan:
I = Spesises mendekati kepunahan,
pemanfaatan spesises perlu perlakuan intensif yang ketat
II = Spesies langka, pemanfaatan spesies perlu
pengawasan intensif
S = Sumatera
K = Kalimantan
J = Jawa
NT = Nusa Tenggara
Sul = Sulawesi
3.
Perilaku
Rangkong
Burung Rangkong memilih aktivitas pagi
hari karena kondisi tubuh yang lapar. Dengan demikian pagi hari akan berusaha
untuk makan sebanyak-banyaknya. Energi yang diperoleh pada pagi hari diperlukan
untuk melakukan aktivitas sosial selanjutnya. Meningkatnya aktivitas makan pada
sore hari diduga sebagai strategi untuk tetap mempunyai energy pada malam hari
(Suryadi 1994)
Burung Rangkong beristirahat dalam
banyak kelompok yang terbagi dalam beberapa rusting
tree. Dengan berkelompok, rangkong juga merasa aman dan nyaman untuk
beristirahat. Bila ada satu individu yang merasa terancam maka dia akan
mengeluarkan alarm call (tanda
bahaya) dan ramai-ramai pula kelompok itu membubarkan diri.
Musim hujan merupakan suatu pendorong
untuk terjadinya suatu perkembangbiakan. Sebab pada waktu tersebut didapatkan
tanah basah yang berguna untuk membangun dinding sarang dan pada waktu telur
menetas banyak ditemukan binatang kecil dan serangga yang melimpah sebagai
salah satu sumber makanan.
4.
Habitat
Rangkong
Menurut MacKinnon (2010), burung
rangkong dapat dijumpai di hutan dataran rendah dan perbukitan. Hutan dataran
rendah pada tajuk utamanya didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan dari suku
Dipterocarpaceae, tetapi jenis-jenis Leguminoceae seperti Kempas kompassia dan Merbau
intsia, membentuk tajuk yang menjulang tinggi dan lebih menonjol. Batangnya
yang besar dan tidak bercabang didukung oleh akar banir, seluruhnya dihiasi
oleh tumbuhan yang merambat, epifit dan pohon ara yang melimpah. Pada hutan
perbukitan Dipterocarpaceae mendominasi punggung bukit. Sisi bukit yang terjal
ditutupi oleh hutan campuran kaya dengan relung burung. Tanah longsor yang
sering terjadi membentuk susunan komunitas tumbuhan dalam berbagai tahap
suksesi yang berbeda. Hutan ini merupakan hutan yang paling kaya dengan
beranekaragam burung termasuk rangkong.
Pohon buah-buahan seperti kiara dan
beringin yang banyak terdapat di hutan dataran rendah dan perbukitan merupakan
pohon yang sering dicari, terutama oleh burung rangkong dari jenis Aceros undulatus.
Habitat rangkong yang terletak di
kawasan tropis sangat dipengaruhi oleh iklim musim dingin, yang terjadi ketika
tekanan yang tinggi di datara Asia dan angin dingin yang basah bertiup ke
selatan menyapu kawasan Sunda Besar. Bulan November sampai April merupakan bulan
yang paling dingin dan paling basah dalam setiap tahunnya.
Berbagai burung menanggapi musim dingin
ini dengan berbagai cara yang berbeda. Burung rangkong yang termasuk burung
pemakan buah biasanya berbiak pada musim hujan, yaitu ketika banyak pohon dan
semak sedang berbuah.
Di Gunung Ungaran rangkong dapat
dijumpai ketika melintas di atas perkebunan teh, selain itu dapat pula dijumpai
di perbukitan sekitar kebun teh tersebut, terutama pada musim tidak berbiak,
ketika aktivitas makan sedang berlangsung.
B.
Kompetisi
Kompetisi adalah kata kerja intransitiv
yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali ditambah dengan
pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan). Tambahan
itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi
tertentu.
Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman
(1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan
orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama
atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.
Menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah
saling mengatasi dan berjuang antara dua individu, atau antara beberapa
kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.
Kompetisi dalam istilah biologi berarti
persaingan dua organisme atau lebih untuk mendapatkan kebutuhan hidup mereka.
Berdasarkan kebutuhan tersebut kompetisi dibagi menjadi: (1) Kompetisi
teritorial yaitu kompetisi untuk memperebutkan wilayah atau teritori tempat
tinggal organisme, hal ini berkaitan dengan kompetisi selanjutnya. (2)
Kompetisi makanan yaitu kompetisi untuk memperebutkan mangsa atau makanan dari
wilayah-wilayah buruan.
Kompetisi juga dapat dibagi menjadi: (1)
kompetisi internal adalah kompetisi pada organisme dalam satu spesies dan (2)
kompetisi eksternal adalah kompetisi pada organisme yang berbeda spesiesnya.
Kompetisi dapat berakibat positif atau negatif bagi salah satu pihak organisme
atau bahkan berakibat negatif bagi keduanya. Kompetisi tidak selalu salah dan
diperlukan dalam ekosistem, untuk menunjang daya dukung lingkungan dengan
mengurangi ledakan populasi hewan yang berkompetisi.
Bucerotidae (burung rangkong) tergolong
hewan frugivorous yang memanfaatkan buah di tajuk atas dan tengah pohon yang
tinggi. Namun pernah dijumpai memakan burung-burung lain yang lebih kecil,
serangga, dan mamalia jika ada, sehingga ada yang menggolongkan ke dalam
omnivore. Umumnya aktivitas makan frugivorous bersifat bimodial yaitu
memulainya pada pagi hari lalu menurun pada siang hari dan meningkat kembali
pada sore hari. Tinggi rendahnya aktivitas makan diduga dipengaruhi oleh suhu
sekitar dan perubahan intensitas cahaya matahari.
Kompetisi rangkong terhadap perolehan
pakan dengan spesies kompetitor termasuk dalam kompetisi makanan yang bersifat
eksternal. Artinya, persaingan yang dilakukan adalah dengan organisme lain yang
berbeda spesies. Spesies yang sering terlihat berada pada kanopi pohon pakan
adalah kelelawar buah (Megabat; fruit bats), kera hitam (capuchin), langur (Colobinae)
dan mangabey. Dengan demikian pohon
ficus merupakan spesies kunci (keystone species) di banyak ekosistem hutan
tropis (rainforest). Terlebih lagi sangat penting untuk sejumlah unggas,
seperti megalaimidae (Asian barbets),
merpati, rangkong, Cyclopsittacini (fig-parrots)
dan kutilang yang hanya hidup dari buah ficus pada musim buahnya (Shanahan
2001).
C.
Gunung
Ungaran
Gunung Ungaran termasuk gunung berapi
berapi tipe strato. Gunung ini memiliki tiga puncak: Gendol, Botak, dan
Ungaran. Puncak tertinggi adalah Ungaran.
Dari puncak gunung ini, jika memandang
ke utara akan terlihat Laut Jawa sedangkan jika membalikkan badan, akan
terlihat jajaran (dari kiri ke kanan) Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung
Telomoyo dan Kendalisodo dengan Rawa Peningnya, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro,
dan Gunung Perahu.
Tidak ada catatan yang jelas mengenai
aktivitas gunung ini. Namun, diperkirakan gunung ini pernah meletus pada zaman
kerajaan dahulu, dengan letusan yang amat dahsyat sehingga menghancurkan dua
pertiga bagian puncak dari semula sehingga yang dapat dilihat sekarang adalah
hanya sepertiga bagian dari gunung Ungaran berapi purba. Diperkirakan, gunung
ini sedang mengalami masa tidur panjang dan sewaktu-waktu dapat aktif kembali.
Gunung Ungaran terletak sebagian di
wilayah Kabupaten Kendal dan sebagian lagi di wilayah Kabupaten Semarang yaitu
lebih kurang 21 Km ke arah selatan dari kota Semarang. Gunung Ungaran meliputi
daerah berbukit-bukit dan lembah seluas 5.500 ha. Gunung Ungaran memiliki hutan
alam yang masih baik pada daerah lereng-lereng atas dan curam. Sedangkan pada
bagian lain telah berubah menjadi perkebunan kopi dan teh serta hutan pinus. Di
sebelah timur Gunung Ungaran terdapat Cagar Alam Gebugan yang juga merupakan
hutan yang bagus dan dikelilingi oleh perkebunan kopi.
Selain flora, berbagai fauna yang
menarik untuk diamati dapat dijumpai di Gunung Ungaran, seperti burung
rangkong, elang jawa, elang ular bido, elang hitam, alap-alap sapi dan hewan
primata seperti Macaca sp. Keberadaan
fauna tersebut terancam habitatnya karena kegiatan manusia seperti perburuan
dan penebangan liar. Obyek wisata seperti pemandian air panas Gonoharjo adalah
salah satu contoh tempat yang menyebabkan berkurangnya habitat barbagai fauna
tersebut.
VIII.
METODE
PENELITIAN
A.
Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di gunung Gentong, Ungaran, Jawa Tengah. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan Februari – April 2014. Pengambilan data dilakukan setiap satu
minggu dua kali pada pukul 07.00 – 17.00.
B.
Populasi
dan Sampel
Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua individu rangkong dan spesies
lain yang terdapat pada pohon pakan yang terdapat di Gunung Ungaran Kabupaten
Kendal Jawa Tengah.
C.
Variabel
Penelitian
Variabel dalam penelitian ini antara
lain untuk pohon ficus meliputi tinggi pohon, diameter batang, bentuk buah, dan
ukuran buah. Variabel untuk julang emas dan spesies kompetitor meliputi waktu
perjumpaan, lokasi pada kanopi pohon, jumlah, dan aktivitas.
D.
Rancangan
Percobaan
Rancangan percobaan untuk penelitian ini
meliputi rancangan acak lengkap dan rancangan pengukuran.
E.
Alat
Penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Kamera
2. Teropong
monobular dan binocular
3. Buku
panduan lapangan Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan MacKinnon 2010
4. Meteran
5. Data
sheet
F.
Prosedur
Penelitian
Lokasi
penelitian disurvei untuk mengidentifikasi jenis-jenis Ficus yang ada dan yang
sedang berbuah. Dari jenis Ficus yang sedang berbuah ini dilakukan pengamatan terhadap
karakteristik pohon dan buahnya, yang meliputi tinggi pohon, diameter batang,
bentuk buah, ukuran buah.
Table 1. karakteristik
pohon dan buah ficus di bukit Gentong, Ungaran, Jawa Tengah
No
|
Tinggi
pohon
|
Dimeter
batang
|
Bentuk
buah
|
Ukuran
buah*
|
Estimasi
kerapatan buah**
|
* kategori ukuran buah
Kecil = panjang ≤ 10mm
Sedang = panjang 10 – 20 mm
Besar
=
panjang ≥ 20 mm
**scoring estimasi kerapatan buah
1 =
buah terdapat pada 1-25% dari tutupan kanopi
2 =
buah terdapat pada 26-50% dari tutupan kanopi
3 =
buah terdapat pada 51-75% dari tutupan kanopi
4 =
buah terdapat pada 76-100% dari tutupan kanopi
Pengamatan
terhadap perilaku makan dilakukan terhadap beberapa species Ficus yang terdapat
di kawasan ini selama 30 hari, setelah dilakukan penyesuaian selama 1-2 hari
agar rangkong terbiasa dengan kehadiran pengamat. Data yang diambil meliputi
waktu aktif rangkong mencari makan, lokasi tempat mencari makan pada kanopi
pohon, pengelompokan rangkong pada saat tiba dan spesies lain yang memakan buah
ficus tersebut.
Selain
itu dilakukan pula pengamatan terhadap kecepatan makan rangkong melalui binocular
dengan menghitung buah yang dimakan setiap menit selama 10 menit berturut-turut,
dengan masa istirahat selama 5 menit dan pengulangan 3 kali. Kemudian dilakukan
pengamatan perbedaan jenis kelamin terhadap rangkong yang dapat terlihat dengan
jelas. Individu jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan perbedaan warna
balung (casque) dan bulu leher. Individu jantan memiliki kepala berwarna krem, bulu halus berwarna kemerahan atau
merah bata pada tengkuk, kantung leher kuning tidak berbulu dan membentuk
gelambir dengan strip hitam yang khas. Sedangkan individu
betina memiliki kepala berwarna krem bulu halus
berwarna hitam terbentuk dari tengkuk, kantung leher biru tidak berbulu.
Table
2. daftar perjumpaan Julang Emas di pohon pakan
No
|
Waktu*
|
Lokasi
pada kanopi pohon
|
Jumlah
|
Aktivitas
|
Keterangan
|
|
Jantan
|
Betina
|
|||||
*pengambilan data Julang Emas –scaning (Altman 1974)
Pagi (07.00-09.00),
Siang (11.00-13.00), Sore (15.00-17.00)
Table
3. daftar perjumpaan spesies competitor di pohon pakan
No
|
Spesies
|
Waktu*
|
Lokasi
pada kanopi pohon
|
Jumlah
|
Aktivitas
|
Keterangan
|
*pengambilan data Julang Emas –scaning (Altman 1974)
Pagi (07.00-09.00),
Siang (11.00-13.00), Sore (15.00-17.00)
G.
Metode
Analisis Data
Untuk mengetahui apakah
pemilihan waktu, lokasi dan pengelompokan dilakukan secara acak, dipakai uji
statistic χ2. Kecepatan makan antar jenis kelamin dan spesies ficus diuji
dengan t (Steel and Torrie 1980).
IX.
DAFTAR
PUSTAKA
Altman, J. 1974. Observational Study of Behavior: Sampling Methods. Alle Laboratory
of Animal Behavior, University of Chicago. Illnois. U.S.A.
Andrew, P. 1992. The Birds of Indonesia: A Checklist. Indonesian Ornithological
Society. Jakarta.
Chaplin. 1999. Competition: from Individuals to Ecosystems. MA: Blackwell Pub.
Malden.
Deaux, H., Dane, & Wrightsman. 1993.
Competition: Principles and Applications.
Cambridge University Press. Cambridge.
Holmes, D. ; I. S., Suwelo dan B., van
Balen. 1999. The Distribution and Status
of Hornbills in Indonesia. Bangkok.
Kinnaird, M.F. 1998. Evidence for Effective Seed Dispersal by The
Sulawesi Red-knobbed Hornbill, Aceros
cassidix. Biotropica 30(1): 50-55.
Kinnaird, M.F.; T.G. O’Brien &
J. Ross Sinclain. 1998. The role of
Sulawesi Red-knobbed Hornbills Aceros
cassidix in seed dispersal. Pp. 245-252 in P. Poonswad (Ed.). the Asian
Hornbills: Ecology and conservation. BIOTEC-NSTDA, Bangkok, Thailand.
MacKinnon, J., Karen Philips dan B. Van
Balen. 2010. Burung di Sumatera, Jawa,
Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam).
Puslitbang-Biologi. Jakarta.
Poonswad, P; A. Tsuji, N.
Jirawatkavi, V. Chimchome. 1998. Some
aspects of food and feeding ecology of sympatric hornbill species in Khao Yai
National Park, Thailand. Pp.137-157
in P. Poonswad (Ed.). The Asian hornbills:
Ecology and conservation.BIOTEC-NSTDA, Bangkok, Thailand.
Shanahan, M.; Compton, S. G.; So,
Samson & Corlett, Richard. 2001. Fig-eating
by Vertebrate Frugivores: A Global Review. Collins & Brown. London.
Steel, Robert G.; Torrie, James H.
1980. Principles and Procedures of
Statistics: A Biometrical Approach. McGraw-Hill. New York.
Suryadi. 1994. Tingkah laku makan
Rangkong Sulawesi Rhyticeros cassidix Temminck (Aves: Bucerotidae) pada masa
tidak berbiak di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Sulawesi.
Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Indonesia, Depok.
Tsuji, A. 1996. Hornbills: Masters of tropical forests.
Sarakadee Press Honbill Research Foundation. Bangkok.